Tolak Penetapan Komisioner Bawaslu Prabumulih, Sejumlah Peserta Datangi Ombudsman
PRABUMULIH – Pengumuman dan penetapan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di kota Prabumulih, baru-baru ini tampaknya bakal menjadi polemik dan memicu perdebatan panjang.
Mengapa tidak, proses keputusan penetapan Komisioner Bawaslu di kota ini diduga syarat kecurangan. Salah satu indikasi yang menimbulkan kontroversi adalah adanya penundaan pengumuman kelulusan yang berulang kali terjadi.
Pengumuman kelulusan yang seharusnya dilakukan pada tanggal 12 Agustus 2023 mengalami beberapa kali penundaan hingga akhirnya dijadwalkan pada tanggal 16-20 Agustus 2023. Namun, nyatanya, undangan pelantikan Komisioner Bawaslu telah diterbitkan sebelumnya, yakni pada tanggal 18 Agustus siang, sementara pengumuman kelulusan baru disiarkan pada pukul 19.00 WIB pada hari yang sama.
Situasi ini menimbulkan kecurigaan, terutama karena adanya informasi yang beredar bahwa beberapa calon komisioner yang dinyatakan lulus memiliki nilai yang rendah. Kabar ini bahkan sempat viral melalui media sosial Instagram sebelumnya. Kemudian proses pelantikan yang terburu-buru juga mengindikasikan adanya ketidak beresan. Pelantikan yang secara mendesak tersebutpun seolah sengaja dilakukan untuk menutup ruang untuk melakukan sanggahan.
Menghadapi kondisi ini, sejumlah calon komisioner yang merasa dirugikan pun memilih untuk melaporkan kasus ini ke Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Sumsel. Sebelumnya, mereka juga telah mencoba mencari kebenaran kepada komisioner Bawaslu provinsi Sumsel untuk mengajukan pertanyaan mengenai adanya dugaan kecurangan dalam penetapan komisioner Bawaslu di kota Prabumulih.
Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil karena semua anggota komisioner Bawaslu Sumsel, tidak berada di tempat, saat ditemui Senin (21/08/2023). Akhirnya rombongan bertolak menuju kantor Ombudsman untuk melaporkan dugaan maladministrasi dari pelaksanaan ujian calon anggota konisioner Bawaslu hingga pengumuman.
M. Amin Nur, salah satu calon anggota komisioner yang merasa dirugikan dalam proses perekrutan anggota komisoner Bawaslu Prabumulih mengungkapkan niatnya untuk terus memperjuangkan kasus ini sampai ke Pengadilan. Ia menganggap bahwa hasil keputusan penetapan Komisioner Bawaslu di kota Prabumulih penuh dengan kecurangan dan dugaan maladministrasi.
“Kuat dugaan adanya maladministrasi dalam proses perekrutan hingga tahap pengumuman. Di mana poin tersebut secara nyata adalah, penundaan pengumuman yang berlarut yang mengindikasikan adanya permainan dalam proses penetapan anggota komisioner,” ujar Amin Nur.
Kemudian lanjut dia, adanya dugaan konflik kepentingan seperti penetapan anggota berasal dari organisasi yang sama. Lalu, adanya diskriminasi dan dugaan penyalahgunaan prosedur serta dugaan menerima imbalan.
“Hal ini sudah kita sampaikan ke Ombudsman dan selanjutnya kita akan tembuskan ke Kejati, kemudian Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait Integritas Penyelenggara Pemilu dalam proses perekrutan calon komisioner Bawaslu,” ujar Amin Nur didampingi Koordinator Presedium aktivis Sumsel Hanafi SE.
Ditambahkannya, kasus penetapan anggota Komisioner Bawaslu di kota Prabumulih mencerminkan perjuangan melawan dugaan ketidakberesan dalam proses pengambilan keputusan yang seharusnya transparan dan adil. Dengan melibatkan lembaga Ombudsman, diharapkan kasus ini dapat terangkat dan diinvestigasi lebih lanjut untuk menjaga integritas dan kredibilitas institusi Bawaslu serta menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dalam proses pemilihan. (*)
Editor : Donni