OpiniPendidikanSumselTekno Kes

Tinja, Sumber dari Segala Penyakit?

SEBAGIAN besar masyarakat Indonesia yang hidup di desa masih menggunakan air sungai untuk keperluan mandi, cuci, kakus, dan menggunakan jamban umum untuk membuang hajat. Hasil penelitian Pane (2009) menemukan hanya 46,4% keluarga di desa yang menggunakan jamban, sedangkan 53,6% yang tidak menggunakan jamban. Penggunaan sungai dan empang sebagai tempat buang air besar adalah penyebab sungai dan empang menjadi tercemar akibat tinja.

Bagi masyarakat Sumatera Selatan yang bertempat tinggal di pinggir Sungai Musi, air sungai merupakan kebutuhan pokok untuk keperluan MCK. Meskipun demikian, nyatanya air sungai yang digunakan tidak terjaga kebersihannya karena tercemar limbah sampah dan kotoran manusia.

Bahaya Tinja

Tinja merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan. Sedangkan pencemaran tinja dapat mengotori lingkungan dengan cara merusak seperti mencemari air, tanah, sungai, merusak ekosistem perairan, bisa mengurangi kualitas air, dan merusak komponen lingkungan.

Pencemaran tinja juga dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, tifus, muntaber, hepatitis, polio, disentri, cacingan, dan gatal-gatal. Hal ini disebabkan karena tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba dan material organik berbahaya.

Faktor Risiko Pencemaran Tinja

Terdapat faktor risiko terjadinya perilaku BAB di sungai, salah satunya disebabkan oleh kesadaran akan perilaku BAB di sungai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai sanitasi BAB rendah, penghasilan keluarga, budaya dan kepercayaan masyarakat setempat dapat mempengaruhi kebiasaan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan dari tenaga kesehatan setempat dalam membina masyarakat yang memiliki faktor risiko ini. Menurut Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2012 menyebutkan 39-40 juta orang masih BAB sembarangan, perilaku ini bukan dikarenakan kurangnya fasilitas WC, namun kebiasaan yang secara turun-menurun membuang kotoran di sungai. Padahal ahli kesehatan menganjurkan BAB yang sehat dengan membuang kotoran ke septic tank. (Kemenkes RI, 2013).

Penanggulangan Masalah Tinja

Untuk mengatasi permasalahan pembuangan kotoran manusia memiliki ini dapat dilakukan dengan 2 tipe, yaitu dengan mengaplikasikan metode unsewered areas dan sewered area. Septic tank merupakan metode pembuangan unsewered areas – non service type yang paling banyak digunakan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan septic tank: penggunaan air sabun dan desinfektan seperti fenol lebih baik dihindari karena dapat membunuh bakteri yang membantu penguraian di septic tank, penumpukan endapan lumpur dapat mengurangi kapasitas septic tank. Perlu diadakan pembersihan septic tank minimal sekali dalam satu tahun. Septic tank yang berbau hendaknya disi dengan air hingga ke saluran pengeluaran, kemudian dapat dilapisi dengan lumpur dari septic tank lama untuk membantu proses dekomposisi bakteri.

Referensi:

Harapan, E. (2019). ‘Penggunaan Jamban Tradisional pada Masyarakat Transisi di Sumatera Selatan’. Skripsi. Palembang. Universitas PGRI.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.

Lutfiando, M. F. (2021). ‘Analisis Potensi Beban Pencemar Fecal Coliform Dari Tinja Manusia Dan Tinja Hewan Ternak Terhadap Kualitas Air Permukaan Dan Air Tanah Di Kabupaten Bantul’. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.

Rahmadani, R. D., & Ridlo, I. A. (2020). ‘Perilaku masyarakat dalam pembuangan tinja ke sungai di Kelurahan Rangkah, Surabaya’, Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education, 8(1), Pp. 87-98.

Data diri penulis:

Grup 7 IKM A:

1. Amrina Rosyada

2. Audri Medina

3. Aura Wili Cantika

4. Maryam Hafizah

5. Rina Permata Sari

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button