Sumateranews.co.id, PALEMBANG- Meski Paslon Deru-Mawardi dinyatakan menang dalam pleno rekapitulasi KPU Sumsel tanggal 8 Juli lalu, namun hal itu belumlah memiliki putusan final. Sebab saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) masih terus menggodok gugatan yang diajukan Tim Advokasi Paslon Dodi-Giri.
‘’Dan kami optimis gugatan kami bakalan diterima dan dikabulkan oleh MK sehingga akan digelar Pemilihan Suara Ulang (PSU) untuk daerah Palembang dan Kabupaten Muara Enim,’’ ujar H. Darmadi Djufri selaku Juru Bicara Tim Kuasa Hukum dan Advokasi Paslon Dodi-Giri saat jumpa pers, Sabtu (14/7) siang di RM Wong Palembang samping Gedung BSB Jakabaring depan Kejati.
Dengan didampingi 26 anggotanya, secara tegas Darmadi mengatakan bahwa ada dua hal pokok yang menjadi gugatan pihaknya ke MK. ‘’Yakni masalah DPT yang tumpang tindih namanya dan panitia penyelenggara yang tak jelas alias tak memiliki dasar,’’ cetus Djufri.
Dua daerah yang menjadi sorotan Tim Kuasa Hukum Dodi-Giri agar dapat dilakukan PSU adalah daerah Muara Enim dan Kota Palembang. Dua daerah tersebut dinilai parah dalam hal DPT dan lembaga penyelenggaranya juga tak jelas. ‘’Tak jelas dan tak memiliki dasar, dikarenakan penyelenggara pilkada tak memiliki kejelasan SK. Di Kota Palembang misalnya, harusnya dalam SK dinyatakan untuk pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Bukan tulisan pilkada serentak. Serentak dengan siapa, serentak dengan makan siang atau apa. Jadi tidak jelas,’’ cetus Darmadi.
Dikatakan juga, jumpa pers sengaja digelar agar dapat memberikan informasi publik secara benar tentang pilkada yang telah ditentukan. ‘’Sehingga tidak ada kesimpangsiuran informasi di masyarakat. Selain itu juga dapat memberikan pendidikan politik yang benar sebagaimana ketentuan yang ada kepada khalayak atau rakyat Sumsel,’’ ujar Djufri lagi.
Selain itu, Darmadi juga menilai, usai pelaksanaan pleno rekapitulasi Pilgub Sumsel, Tim Advokasi Dodi-Giri menemukan banyak hal yang diduga sebagai suatu pelanggaran. Tim juga sudah melakukan berbagai hal sebagaimana aturan Bawaslu, PKPU, dan rumusan Undang-Undang yang berlaku. Hal mendasar kisruh sejak awal tahapan dimulai masalah DPT hingga terjadi walk out. ‘’Kami juga sudah mengajukan berbagai hal keberatan pascapleno KPU Sumsel ke Bawaslu. Dan tadi pagi pukul 10.30 WIB, kami ingin menanyakan kejelasan keberatan yang telah kami ajukan. Tapi banyak ruangan di Bawaslu yang tutup dan terkunci. Kalaupun ada ruangan yang terbuka juga tak ada staf ataupun komisioner Bawaslu di dalamnya. Tadi jam 10.30 datang ke Kantor Bawaslu Sumsel ruang terkunci, ada ruang terbuka, tapi tak ada staf ataupun komisioner. Yang ada hanya petugas kepolisian yang sedang berjaga. ‘’Melihat hal ini, kami nilai Bawaslu kabur dan terkesan lari dari tanggung jawab hingga pantas untuk di DKPP kan,’’ tegas Darmadi dengan nada tinggi.
Dijelaskan juga, kedatangan Tim Advokasi adalah ingin menanyakan tentang surat yang diterima Tim Advokasi Dodi-Giri bernomor 344 yang tidak esensial atas permohonan keberatan yang telah diajukan. ‘’Surat dari Bawaslu yang kami terima itu hanya bersifat normatif saja tanpa memiliki nilai esensial atau nilai dasar yang dapat kami jadikan acuan terhadap keberatan yang telah dilontarkan,’’ cetus Darmadi, penuh semangat.
Selain Darmadi, anggota Tim Advokasi bagian Sengketa Permilihan yakni Sri Lestari juga menilai bahwa Bawaslu telah panik dan bingung akan keberatan perkara yang telah diajukan pihaknya.
Disinggung pada pilgub 5 tahun lalu atau di tahun 2013, dimana juga terjadi PSU namun disebabkan adanya dugaan money politik dan black campaign, Darmadi secara tegas menjawab bahwa keberatan/gugatan yang mereka ajukan tidaklah sama dengan pilgub sebelumnya. ‘’Kali ini kami hanya mengajukan PSU untuk dua daerah. Yakni Palembang dan Muara Enim. Juga dengan dua alasan mendasar yakni masalah DPT dan ketidakjelasan penyelenggara. Dan kami optimis akan berhasil,’’ tandas Darmadi.
Laporan : Yudi/Sri
Editor/Posting : Imam Ghazali