Komnas Perlindungan Anak Tulang Bawang Sayangkan Sikap Pengurus Ponpes Darul Islah, Dinilai Tidak Transparan
TULANG BAWANG – Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) kabupaten Tulangbawang F. Agustinus SH, MH, menyayangkan pengurus Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Islah, kampung Purwa Jaya, kecamatan Banjar Margo, yang dinilai tidak transparan.
Menurut Agustinus, pengurus Ponpes Darul Islah terkesan tertutup dan tidak terbuka dalam memberikan keterangan terkait kasus dugaan pelecehan terhadap 15 Santri di pondok tersebut.
“Pihak Ponpes memberikan keterangan secara berbelit-belit dan keterangan berubah-ubah. Tidak konsisten. Hal ini tentu sangat kita sayangkan karena kita mau meluruskan permasalahan ini,” terang Agustinus, Selasa (29/11/2022).
Bahkan, lanjut dia, pihak Ponpes juga enggan memberikan data apapun kepada Komnas PA Kabupaten Tulangbawang.
“Awalnya bilang ada perdamaian dengan para wali santri, saat diminta datanya kemudian bilang tidak ada hanya ada secara lisan. Pengurus Ponpes terkesan menutup-nutupi, ini sebenarnya ada apa,” ujar Agustinus, dengan nada kecewa.
Untuk itu, pihaknya akan terus mendalami kasus dugaan pelecehan seksual terhadap belasan santri Darul Islah itu dengan berkoordinasi kepada sejumlah pihak. Khususnya dengan unit PPA Reserse Polres Tulangbawang dan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Pemkab Tulangbawang.
“Kita akan terus lakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, khususnya dengan pihak Polres dan Dinas PPA Tulangbawang termasuk melakukan pendekatan-pendekatan dengan para korban dugaan pelecehan seksual,” tandasnya, ketika dibincangi usai mengunjungi Ponpes Darul Islah, di kampung Purwa Jaya, kecamatan Banjar Margo, kabupaten Tulangbawang, Lampung, Selasa (29/11/2022) pagi.
Sebelumnya, disampaikan Ketua Komnas PA Tulangbawang soal peraturan perlindungan anak dalam UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan UU RI 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan anak.
Menurut Agustus, penting untuk diketahui publik bahwa dari rumusan regulasi tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak, tidak ada keharusan bagi korban untuk membuat laporan ke pihak kepolisian.
“Dengan kata lain, setiap orang yang mengetahui dugaan terjadinya tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dapat membuat laporan ke polisi,” jelasnya.
Tanpa menunggu laporan, lanjutnya, Polisi juga mesti mengusut jika mengetahui perkara tersebut dari pemberitaan atau media sosial.
“Karena tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak termasuk dalam kualifikasi delik umum, maka proses pidananya tidak dapat dicabut atau dihentikan dengan alasan terjadinya perdamaian antara keluarga korban dengan pelaku,” ungkapnya. (Hry)
Editor: Donni