NusantaraOpiniPalembangSumsel

Klaster Baru Terus Bertambah, New Normal Bikin Parah

Oleh: Nelly, M.Pd

Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Peduli Negeri

Pemberlakuan new normal atau kenormalan baru selama pandemi virus corona yang dimulai awal Juni lalu disejumlah daerah ternyata semakin menambahan klaster baru penyebaran covid-19.

Penerapan kenormalan baru menjadi awal mulai dibukanya kegiatan perekonomian seperti Mall, pusat perbelanjaan, tempat wisata dan tempat keramaian lainnya.

Namun ini justru semakin memerparah jumlah yang positif seperti dilansir dari laman berita tribunternate.com, update sebaran kasus virus corona (covid-19) di Indonesia per Senin (22/6/2020). Berdasarkan laporan data pada akun Twitter @BNPB_Indonesia, Senin (22/6/2020) sore, tercatat ada 954 kasus baru.

Sehingga total kasus virus corona di Indonesia menjadi 46.845 orang. Untuk jumlah pasien yang sembuh bertambah sebanyak 331 orang. Total pasien sembuh yakni 18.735 orang. Sedangkan 2.500 pasien positif virus corona dilaporkan meninggal dunia.

Jumlah tersebut bertambah 35 dari pengumuman di hari sebelumnya.

Penerapan new normal yang terbilang terlalu terburu-buru ini sebenarnya sudah diingatkan berbagai kalangan sebelumnya. Karena justru sangat berbahaya bagi penyebaran virus kedepannya.

Seperti yang disampaikan oleh Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dr. Iwan Ariawan bahwa pemerintah dinilai belum tepat mengambil kebijakan new normal.

Sebab Indonesia masih belum aman dari penyebaran covid-19.

Menurutnya dengan jumlah kasus yang masih terbilang tinggi maka penerapan new normal beresiko tinggi terhadap makin masifnya penyebaran virus corona. dr. Iwan menambahkan bahwa mengacu persyaratan WHO, kalau kondisi jumlah kasus tidak naik selama dua minggu baru bisa dilonggarkan.

Bahkan menurutnya ada beberapa negara yang menetapkan pelonggaran dilakukan kalau sudah menurun selama satu bulan. Jadi sekarang kondisi di Indonesia belum aman untuk keluar dan bergerak, risikonya masih tinggi.

Senada dengan itu Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dr. Panji Fortuna Hadisoemarto juga menilai pemerintah terlalu dini menerapkan new normal. Seharusnya fokus pada menekan angka kasus virus corona dahulu ketimbang berpikir melonggarkan aturan demi ekonomi. (CNN Indonesia, 21/6/2020)

Apa yang disampaikan oleh para ahli memang sangat beralasan, mengingat kebijakan yang dibuat pemerintah sering kali tidak menyentuh ke akar masalah. Belum terlihat keseriusan dengan mengagendakan pemberantasan penyakitnya corona.

Malah yang ada narasi tidak masuk akal dengan hidup berdampingan, berdamai dengan covid.

Terkesan masalahnya kebijakan amburadul karena arahnya bukan memberantas, namun membuat kebijakan new normal yang belum bisa terkategori normal untuk negeri ini.

Dengan banyaknya kasus positif seperti saat ini memaksakan new normal, maka perekonomian Indonesia pun akan sulit berjalan kalau wabah belum diatasi karena kesehatan masyarakat perlu diperkuat lebih dulu.

Jadi, harusnya saat ini fokus pemerintah semestinya memikirkan kesehatan masyarakat terlebih dulu ketimbang ekonomi. Kesehatan harus aman dulu baru ekonomi bisa tumbuh. Maka semua tentu berharap agar pemerintah mengutamakan mengatasi covid-19 secara benar, maksimal, hingga pandemi cepat berakhir.

Maka dari pandangan para ahli bahwa tingginya angka kasus baru corona di berbagai daerah karena pelonggaran PSBB dan menerapkan new normal di tengah kondisi ketidaksiapan masyarakat hingga hanya menambah klaster baru yang positif.

Seyogianya kebijakan program new normal segera dicabut. Agar korban tidak semakin bertambah banyak.

Namun, seperti diketahui negeri ini sudah terikat dengan sistem kapitalis.

Maka kepentingan para pemilik modal menjadi alasan untuk tetap memberlakukan new normal karena menyangkut masalah ekonomi. Banyak kerugian yang akan didapatkan oleh para pemilik modal jika PSBB tetap diberlakukan, sebab rata-rata pebisnis di negeri ini pemiliknya adalah para kapitalis (pemilik modal).

Dan sejatinya negeri yang menerapkan sistem kapitalis sekuler tidak akan banyak memikirkan nasib rakyatnya.

Pemimpin yang tanggungjawab, amanah tidak akan didapatkan dalam sistem kapitalis. Yang ada malah abai dan terkesan tidak perduli terhadap derita rakyatnya.

Seharusnya menjaga nyawa rakyat itukan kewajiban negara, menyelesaikan wabah pandemi dengan cepat juga tugas negara. Kewajiban negara juga mencari jalan keluar jitu bagi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak pembatasan selama masa karantina.

Semestinya kelesuan ekonomi yang dialami pelaku ekonomi raksasa/kapitalis tidak menjadi pendorong kuat pemerintah memberlakukan new normal dengan risiko mengorbankan keselamatan jiwa masyarakat luas.

Beginilah gambaran kehidupan bernegara dalam sistem aturan yang tidak menerapkan sistem Ilahi, yaitu sistem Islam. Padahal negeri ini mayoritas muslim, maka sudah seharusnya menerapkan sistem yang benar yang berasal dari Allah SWT. Sistem aturan yang pernah ada dan terbukti mampu mensejahterakan muslim dan non muslim.

Pemimpin yang ada di dalamnya adalah pemimpin super baik ketakwaan, kafabilitasnya, prioritasnya mengurus rakyat dan sikap negarawannya. Jangan ditanya bagaimana sistem Islam mengatasi wabah pandemi, karena sepanjang sejarah peradaban hanya sistem Islam yang mampu mengatasi dan menyelesaikan masalah wabah pandemi dengan tuntas dan tanpa menimbulkan masalah baru.

Lockdown atau karantina total inilah solusinya, namun tetap pemenuhan kebutuhan rakyat akan ditanggung negara. Maka sudah saatnya untuk meninggalkan sistem rusak kapitalis sekuler yang terbukti menyengsarakan rakyat, sudah saatnya kembali pada sistem Islam yang menjamin kebaikan dan keberkahan.(*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button