JAKARTA – Isu reshuffle kabinet kembali bergulir di tengah upaya pemerintah membenahi perekonomian rakyat akibat hantaman badai COVID-19. Isu ini kian mencuat Ketika Presiden Joko Widodo melantik Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI menggantikan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Beberapa pos kementerian turut menjadi sorotan publik yang dikaitkan dengan kinerja sang menteri. Sektor kelautan dan perikanan turut menjadi bidang yang tengah disorot mengingat banyaknya kebijakan kontroversial dari sang menteri.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono turut menjadi bulan-bulanan dari para stakeholder perikanan terkait keluarnya PP No. 85/2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kemudian disusul keluarnya Kepmen KP No.86/2021 tentang Harga Patokan Ikan Untuk Penghitungan Pungutan Hasil Perikanan dan Kepmen KP No.87/2021 tentang Produktivitas Kapal Penangkapan Ikan.
Menurut stakeholder perikanan, keluarnya regulasi-regulasi tersebut begitu mencekik kehidupan mereka di saat sedang berusaha keluar dari himpitan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Namun sangat disayangkan, yang seakan-akan Menteri Trenggono tetap ingin tancap gas mengejar target Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) Rp 12 triliun yang terus digadangnya.
Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi berpandangan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) semestinya memprioritaskan kehidupan nelayan dan stakeholder perikanan lainnya.
“Jadi bukan mengeluarkan kebijakan megah, tapi nelayan di bawah menderita. Bisa jadi, alih-alih ingin menggenjot pendapatan negara tapi justru pelaku usaha perikanan gulung tikar dan pengangguran makin bertambah,” ujar Siswanto seperti dilansir dari Maritimnews, Rabu (17/11).
Sambung Siswanto, arahan presiden di awal periode keduanya jelas bahwa Menteri KP harus memperbaiki komunikasi dengan nelayan. Artinya dalam mengeluarkan kebijakan apapun harus mendengarkan aspirasi dari nelayan.
“Selain by riset, penting bagi menteri untuk mendengar mitra utamanya dalam mengeluarkan kebijakan. Kalau KKP, ya mitra utamanya adalah nelayan,” ucapnya.
Dengan demikian, pengamat maritim yang dikenal kritis ini meminta presiden untuk mempertimbangkan perlunya penggantian Menteri KP di tengah gencarnya isu reshuffle bulan ini.
“Marwah visi Presiden di tahun 2014 yaitu Poros Maritim Dunia sebenarnya ada di KKP, selain di Kemenko Maritim dan Investasi. Ada pilar yang menyebutkan bahwa nelayan harus sejahtera dan menjadi garda terdepan negara maritim, saya kira ada di kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai panglimanya,” jelasnya.
“Jadi orang yang duduk di pos ini harus orang yang mengerti tentang nelayan dan berbagai instrumen sektor kelautan dan perikanan lainnya. Jadi harus orang yang tepat, the right man in the right place,” pungkasnya.
Hal senada juga diutarakan oleh Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa. Berdasarkan pengamatannya di beberapa daerah pesisir yang dikunjunginya, ia melihat sulitnya kehidupan nelayan akibat kebijakan KKP.
“Banyak nelayan yang beralih profesi menjadi petani karena sulitnya mengais rezeki di laut karena faktor naiknya PNBP. Ternyata kenaikan PNBP ini juga berlaku untuk nelayan-nelayan kecil,” kata Rusdianto dikutip dari Maritimnews, Rabu (17/11).
Pelaku usaha juga banyak yang menghentikan usahanya karena dicabut izinnya lantaran belum memenuhi tuntutan sesuai PP No.85/2021. Belum lagi adanya tuntutan untuk para pemilik kapal menaikan gross tonnase-nya.
‘Itu tujuannya supaya pemaksimalan PNBP, tapi yang terjadi di lapangan justru pengusaha mengikat kapalnya karena tidak mampu membayar PNBP.
Oleh karena itu, Rusdianto berharap kepada Presiden Jokowi agar me-reshuffle Menteri KP karena tidak memahami kehidupan masyarakat pesisir dan permasalahan-permasalahan di sektor kelautan dan perikanan.
“Pak Presiden Jokowi harus segera mengganti menteri yang sekarang karena tidak mampu mengatasi permasalahan sosial yang terjadi di nelayan,” tandasnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyatakan bila memang tuntutan dari bawah (stakeholder kelautan dan perikanan) menghendaki agar Menteri KP diganti, maka tidak ada pilihan lain bagi presiden untuk memenuhinya.
“Itu kan tuntutan rakyat, jadi presiden harus mendengarkan. Gantinya tentu saya berharap ialah figur yang benar-benar mengerti dengan masalah kelautan dan perikanan,” kata Ujang melalui sambungan telepon.
Sejak awal ketika presiden menunjuk Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri KP menggantikan Edhy Prabowo yang tersandung kasus ekspor benih lobster pada Desember 2020 silam, Ujang telah melihat adanya ketidaksesuaian dengan latar belakangnya.
“Kita tahu Menteri KP ini kan latar belakangnya pengusaha, saya mendengar memang akan digeser oleh presiden ke Menteri Perdagangan. Saya kira itu memang lebih cocok,” pungkas Ujang. (*)
Editor : Donni