PANDEGLANG – Apian Firdaus (11), tak kuasa menahan air mata tatkala ia mengingat almarhum ayahnya yang telah wafat setahun lalu, ketika dijumpai tim redaksi Media Komunikasi PPPA Daarul Qur’an, baru-baru ini. Apian, panggilan akrabnya, adalah salah seorang santri Pesantren Hidayatul Mubtadiin yang terletak di Ciseureuheun, Pandeglang, Banten.
Anak keempat dari lima bersaudara itu ditinggalkan oleh ayahnya saat ia berusia 10 tahun. Saat ini, Apian tinggal bersama ibu dan saudara-saudaranya di rumah sederhana milik mereka.
Ia hidup dengan penuh kesederhanaan. Sang ibu hanya bekerja sebagai petani di sawah dengan penghasilan yang tak menentu. Sedangkan di sisi lain, ia dan saudara-saudaranya tetap memerlukan kebutuhan hidup untuk sehari-hari.
Apian tanpa sadar menangis saat menceritakan sosok ayahnya. Ia mengatakan bahwa ayahnya pun dulunya seorang petani. Meski demikian, keluarga mereka sangat rukun di tengah himpitan kebutuhan hidup.
Air matanya kembali tumpah, saat menjelaskan alasannya menghafal Qur’an. Ia mengatakan bahwa ingin menjadi penghafal Qur’an sebagai hadiah untuk orang tuanya.
“Apian ingin menjadi penghafal alquran sebagai hadiah untuk orang tua,” tuturnya tersendu-sendu.
Di sela-sela aktivitasnya di pesantren, Apian selalu rajin mendoakan almarhum ayahnya agar diterima di sisi Allah dan mendapatkan tempat terbaik di sana. Kelak, ia ingin menghadiahkan mahkota kebanggaan kepada kedua orang tua di surga.
Mengenai cita-citanya, Apian ingin sekali menjadi seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang hafal Qur’an. Karena dengan menjadi TNI, ia ingin membanggakan keluarga, terutama ayahnya yang telah tiada.
“Cita citanya ingin menjadi tentara, dan juga ingin membanggakan orang tua,” pungkas Apian. []
Laporan : Media PPPA Daarul Qur’an III Editor : Donni