NusantaraOpiniPemiluPolitik

Fenomena Golput dan Peluang Menuju Perubahan Hakiki

Oleh : Fani Ratu Rahmani (Aktivis dakwah dan Penulis)

Tingginya jumlah peserta golput masih menjadi polemik pada Pilkada serentak yang dilakukan pada tanggal 9 Desember 2020 lalu. KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen. Namun justru yang terjadi di beberapa daerah jumlah peserta golput mengalahkan jumlah suara yang diperoleh oleh calon kandidat. (Sumber : Tirto.id)

Fenomena golput serempak terjadi di Desa Matabondu, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan ( Konsel ) Sulawesi Tenggara, sebanyak 250 pemilih di desa tersebut kompak untuk golput pada Pilkada serentak 2020. Warga desa melakukan aksi tersebut sebagai bentuk protes suara mereka yang tidak pernah didengarkan. Pasalnya selama 13 tahun mereka tidak menerima alokasi dana dari pemerintah. (Sumber : Kompas)

Kondisi serupa juga terjadi di Kalimantan Timur. Di Balikpapan, sebanyak 200.000 tidak menyalurkan suaranya dari 430.000 lebih DPT atau sekitar 40-41 % tidak menggunakan hak suaranya ( Sumber : Suara Kaltim ). Jumlah tersebut cukup menurun drastis, jika dibandingkan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang jumlah pemilihnya mencapai 80 persen.

Ada banyak faktor sebenarnya yang bisa jadi mendasari fenomena Golput terjadi. Pertama bisa jadi karna pandemi, sebab Pemilukada ini bisa dikatakan modal nekat di tengah angkat covid-19 masih meningkat. Kedua, bisa jadi karna masyarakat yang terkendala teknis dan administrasi. Ketiga, bisa jadi karna kekecewaan publik terhadap pemilu karna tidak juga bawa perubahan sehingga memilih apatis. Atau keempat, adalah alasan ideologis bahwa bukan pemilu dengan jalan politik demokrasi praktis yang seharusnya diambil oleh kaum muslimin.

Namun jika kita telusuri, maka alasan yang tampak adalah apatisme masyarakat sebab kekecewaan yang begitu dalam terhadap pemilu maupun Paslon yang bermain di dalamnya. Mereka menampakan dengan melakukan aksi golput sebagai bentuk protes atas suara-suara mereka yang tidak pernah didengar penguasa. Mereka sudah mulai merasakan dampak-dampak kebijakan di dalam sistem demokrasi yang menomor duakan urusan masyarakat. Penderitaan semakin mereka rasakan terlebih dalam kondisi pandemi saat ini.

Dan demokrasi sebagai ide yang lahir dari sistem kapitalisme juga lebih mengutamakan kepentingan segelintir elite saja. Bahkan hingga mengabaikan nyawa masyarakat dengan tetap mengadakan Pilkada serentak ditengah kondisi pandemi.  Yang akhirnya semakin menunjukan tingkat kemampuan penguasa yang sangat rendah dalam mengatasi masalah.

Melihat hal ini sebenarnya bisa menjadi angin segar bagi para aktivis dakwah yang menginginkan sebuah perubahan hakiki. Umat yang kini mulai jengah dengan kebijakan politik yang ada, harus diarahkan pada kesadaran bahwa sistem ini mesti diganti. Sehingga umat tidak terbuai dengan narasi demokrasi yang mungkin menjanjikan perubahan melalui mekanisme lain.

Penolakan umat terhadap sistem demokrasi haruslah mendasar yakni karna bertentangan dengan aqidah kaum muslim. Ya, demokrasi meletakkan kedaulatan berada di tangan manusia dalam membuat hukum, dan mengangkangi hukum Allah. Demokrasi menjamin adanya kebebasan padahal jelas bertentangan dengan fitrah manusia untuk diatur. Demokrasi menetapkan tolok ukur perbuatan hanya soal manfaat padahal halal haram harusnya jadi pedoman. Ini hal mendasar yang harus menancap dalam diri umat.

Sehingga, umat tidak hanya sekedar euforia karna demokrasi meninggalkan jejak ketidak adilan dan kezhaliman. Lebih dari itu, demokrasi harus ditinggalkan karna aqidah kaum muslim menuntut diri kita untuk menolaknya. Dan ini harus diamini oleh setiap muslim yang beriman.

Maka satu-satunya jalan untuk mengubah kondisi yang ada saat ini adalah dengan perubahan hakiki menuju perubahan islam. Yaitu berpindah menuju negara yang menerapkan sistem Islam ( Khilafah ). Ini adalah satu-satunya jalan perubahan yang harus kita ambil, pengemban dakwah pun mesti segera untuk mengambil peluang membentuk kesadaran umat.

Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai suri tauladan kita telah mencontohkan metode sahih dalam menerapkan syariat Islam. Yaitu dengan bersama berdakwah menyadarkan umat, menciptakan opini umum bahwa Islam wajib diterapkan secara kaffah agar problematika umat dapat diselesaikan. Hal ini hanya bisa diimplementasikan oleh sebuah partai politik yang shahih. Yang selalu memfokuskan gerak partainya pada sebuah perubahan hakiki.

Pertama, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah tatsqif (Pembinaan) terhadap umat. Tatsqif ini dilakukan secara intensif (Murakkazah) dan juga jama’iy yakni membina masyarakat secara keseluruhan. Tatsqif ini akan membentuk syakhsiyyah Islam pada kader agar siap untuk berinteraksi di tengah umat. Sebagaimana para sahabat yang langsung dibina oleh Rasul dan siap dakwah secara terang-terangan.

Di dalam kitab Takattul Hizbiy, Syaikh Taqiyuddin an Nabhani menuliskan bahwa tahapan selanjutnya adalah berinteraksi di tengah-tengah umat. interaksi dengan umat adalah sangat penting untuk keberhasilan partai dalam mencapai tujuannya. Karena sekali pun anggota partai banyak jumlahnya dalam masyarakat, tetapi tidak berinteraksi dengan umat, mereka tetap tak akan mampu mengemban tugasnya sendiri sekali pun mereka kuat. Interaksi yang dimaksud disini adalah memahamkan umat akan ideologi islam supaya ia menjadi ideologi umat.

Selain itu, Rasulullah dan para sahabat juga melakukan aktivitas thalabul nusrah yaitu mencari dukungan politik pada para pemimpin kabilah untuk menyerahkan kekuasaannya pada Rasulullah. Aktivitas ini pun juga dilakukan oleh aktivis partai yang sahih yaitu dengan melakukan interaksi dengan para tokoh yang merupakan simpul umat.

Puncak dari aktivitas ini adalah ketika Rasulullah berhasil mendapatkan kekuasaan dari para pemimpin kabilah dari Yatsrib melalui Baiat Aqabah II. Oleh karena itu, hakikatnya kekuasaan hanya bisa diraih jika umat telah ridha menyerahkan kekuasaannya pada kaum muslim.

Inilah jalan perubahan hakiki. Perubahan yang mampu mengubah kondisi umat manusia dari keterpurukan menuju keberkahan, yang hanya bisa terwujud jika Islam dijadikan pedoman. Oleh sebab itu, mari kita wujudkan hal ini dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Wallahu a’lam bish shawab

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button