HiburanNusantaraSecond Headline

Pemerintah RI Harus Lebih Serius Siapkan Program

Sumateranews.co.id, JAKARTA- Pemerintah Republik Indonesia perlu segera menyiapkan program jangka pendek maupun jangka panjang secara lebih serius, untuk meningkatkan ekspor produk barang dan jasa.

Peningkatan nilai eksport barang dan jasa selain mencegah terjadinya defisit transaksi berjalan seperti yang terjadi pada triwulan III tahun 2018 ini, juga untuk menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus meningkatkan pertambahan cadangan devisa negara yang pada akhirnya akan membawa kemajuan ekonomi bangsa dan negara Indonesia di masa depan. Program peningkatan ekspor bagi pemerintah sebaiknya jangan hanya jangka pendek melainkan juga jangka panjang untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Selain itu pemerintah juga harus sungguh-sungguh melakukan pengendalian impor. Program tersebut bukan hanya serius disampaikan oleh Presiden Joko Widodo tapi juga harus diimplementasikan secara sungguh sungguh oleh jajaran di bawahnya. kebijakan ini harus segera direalisasikan oleh aparat dibawah Presiden, agar dunia usaha merasakan bahwa pemerintah secara sungguh-sungguh mengawal regulasi yang sudah dibuat.

Hal tersebut mengemuka dalam acara diskusi publik yang mengambil tema, “Mendorong Keseriusan Pemerintah Meningkatkan Eksport Untuk Indonesia yang Lebih Baik,” yang diadakan Public Trust Institut, Minggu (25/11) di Jakarta. Hadir sebagai pembicara Dosen Laboratorium Statistik P3M Universitas Indonesia (UI) Andy Azisi Amin, dan dosen Kebijakan Publik Administrasi Bisnis Institut STIAMI Eman Sulaeman Nasim. Acara yang dihadiri mahasiswa dan dosen-dosen dari Institut STIAMI dan Universitas Nasional Jakarta ini dipandu oleh pendiri sekaligus Direktur Public Trust Institut, Indonesia, Hilmi Rahman Ibrahim.
“Kita ini negara yang populasinya terbanyak ke 4 setelah Tiongkok, India, dan Amerika. Kalau transaksi berjalannya terus mengalami defisit, itu berarti lebih banyak import. Meski pun defisit transaski berjalan saat ini belum terlalu berbahaya namun bila terjadi terus menerus dan kita banyak bergantung kepada negara lain itu menjadi sangat berbahaya. Solusinya tidak bisa diselesaikan hanya lewat crash program. Tapi harus dipersiapkan sejak lama dan juga untuk jangka waktu lama dengan tidak melupakan saat ini. Program tersebut harus dapat meningkatkan nilai eksport. Jika kita dapat melakukan program peningkatan eksport berarti kita dapat membuat program peningkatan nilai tambah apapun yang dihasilkan oleh tenaga kerja kita di dalam negeri,” papar Andy Azisi Amin.

Lebih lanjut Direktur Salemba Real Estate Institut ini memaparkan, defisit transaksi berjalan pada triwulan III tahun 2018 semakin membengkak menjadi 8,8 miliar dolar AS atau 3,37% dari produk domestik bruto (PDB). Kecenderungan ini mengkhawatirkan dan menjadi yang tertinggi setelah kuartal II tahun 2014 yang pernah mencapai 9,5 miliar dolar AS atau 4,26% dari PDB kita. Pelebaran defisit transaksi berjalan ini harus menjadi perhatian penting pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah. Sebab, ketergantungan terhadap impor migas adalah sangat masif, defisit neraca perdagangan migas semakin melonjak, ketahanan energi menjadi krusial di tengah pelemahan Rupiah dan naiknya harga minyak dunia.

“Defisit neraca jasa yang persisten mengindikasikan lemahnya jasa transportasi domestik dalam melayani kebutuhan perdagangan luar negeri. Sedangkan trend penurunan kinerja ekspor dan komposisi ekspor yang terus didominasi komoditas, mencerminkan lemahnya pendalaman struktur industri nasional, bahkan telah terlihat tanda-tanda deindustrialisasi yang jelas. Semakin besarnya defisit pendapatan primer mengindikasikan kualitas penanaman modal asing yang semakin buruk dimana investor asing mengirim modal kembali ke luar negeri dalam jumlah yang semakin besar,” papar alumni University of Ilinois, Amerika yang juga salah seorang Ketua ILUNI UI ini.

Jumlah Penduduk & SDA
Di tempat yang sama, dosen kebijakan publik Institut STIAMI Eman Sulaeman Nasim, mendukung program pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang akan mengubah defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan dengan cara meningkatkan ekspor yang harus lebih besar dari pada import. Agar nilai ekspor lebih besar akan dilakukan upaya menyiapkan produk-produk yang berkualitas termasuk dari sisi desain dan kemasan. Serta diversifikasi pasar. Namun program Presiden tersebut tidak cukup hanya diucapkan presiden namun harus diimplementasikan oleh jajaran di bawahnya.

“Selama ini, program Presiden sudah cukup baik. Pernyataannya juga cukup menggembirakan dan memberikan harapan yang sangat positif bagi rakyat Indonesia. Namun implementasi dilapangan, sering kali jauh dari kenyataan. Ini juga yang membuat Presiden Jokowi tidak sabar atas kinerja aparat di bawahnya. Jadi program Presiden Joko Widodo harusnya didukung dengan kerja keras oleh aparat di bawahnya, selain menteri, Dirjen, juga direktur di setiap kementrian termasuk oleh para kepala daerah baik gubernur, Bupati maupun wali kota serta para kepala dinas. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas produk eksport dan nilai ekspor harus terus diupayakan. Jika kita sungguh-sungguh yakin, bisa. Hanya permasalahannya, kebijakan itu hanya manis di atas kertas. Implementasi di lapangan yang susah,” papar Eman Sulaeman Nasim.

Dosen Komunikasi Bisnis Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN ini menambahkan, pada Triwulan III tahun 2018 ini defisit neraca perdagangan salah satunya disebabkan meningkatnya impor minyak dan gas (Migas) untuk kebutuhan transportasi dan industri di tanah air. Hal tersebut bisa ditutup lewat program jangka pendek dan jangka panjang, antara lain dengan penciptaan dan pemanfaatan sumber energi alternatif seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga angin yang sudah dibangun dan diresmikan pemanfaatannya oleh Presiden Joko Widodo di daerah Sulawesi. Serta memperbanyak sarana transportasi yang menggunakan listrik.

Eman Sulaeman Nasim menyarankan pemerintah untuk bisa meniru apa yang dilakukan pemerintah TiongKok dan India. Yakni memanfaatkan kelebihan jumlah penduduk untuk dapat meningkatkan eksport. Kelebihan jumlah penduduk harus dikolarborasikan dengan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki serta kemajuan teknologi, sehingga menghasilkan produk eksport yang lebih baik m baik eksport hasil produksi industri ke luar negeri, maupun ekspor jasa atau tenaga kerja yang profesional dan terlatih. Hal ini sejalan dengan program dan kebijakan Presiden Joko Widodo.

“Kita lihat saat ini, barang-barang produksi Tiongkok telah merambah ke berbagai pasar di seluruh dunia. Bukan hanya hasil produksi industrinya, tetapi tenaga kerja asal China pun sekarang sudah berada dimana mana termasuk Indonesia. Demikian juga produksi industri India. Kita harus meniru dua negara tersebut. Bonus demografi jangan dijadikan beban. Tapi harus diarahkan untuk kesejahteraan rakyat itu sendiri. Karena itu, pemerintah sebagai regulator dan pembuat kebijakan harus dapat membuat program jangka pendek dan jangka panjang, yang berfokus pada peningkatan eksport. Bukan hanya eksport hasil industri tetapi juga eksport jasa termasuk eksport tenaga kerja yang profesional dan berpendidikan tinggi. Buka hanya mengirimkan tenaga kerja sekelas asisten rumah tangga. Untuk merealisasikan hal ini perlu kesabaran dan pengorbanan dari pemerintah. Sebab tidak bisa dilakukan secara instan,” papar Eman Sulaeman Nasim.

Untuk dapat merealisasikan hal tersebut, tidak ada lain harus dipersiapkan program dan kebijakan pemerintah dalam jangka panjang dan pendek. Selain meningkatkan keunggulan industri dalam negeri, juga meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sebaik bainya. Program ini membutuhkan kesabaran dan keikhlasan dari pemerintah yang berkuasa saat ini.

“Kelemahan kita saat ini, tidak memiliki Garis Besar Haluan Negara. Semacam Panduan pembangunan janga panjang menengah dan pendek. Sehingga tidak sedikit program pemerintah yang bagus untuk persiapan masa depan yang lebih baik. Begitu ganti pemerintahan program tersebut bisa dengan mudah dihapus oleh pemerintah yang berkuasa selanjutnya jika program tersebut tidak menguntungkan pemerintahan yang berkuasa saat itu. Apalagijika program tersebut tidak membawa peningkatan citra. Inilah salah satu problem kita,” papar Eman Sulaeman Nasim.

Eman khawatir jika tidak ada singkroinisasi pembangunan dan pemikiran yang sama oleh setiap penguasa, defisit neraca perdagangan akan terus terjadi. Dan Kita akan menjadi bangsa yang bergantung pada bangsa dan negara lain. Hal ini berbahaya.

“Mau tidak mau, aparatus sipil negara yang menjadi tonggak antara pemerintahan yang satu dengan yang berikutnya yang harus dipacu untuk bersungguh sungguh mendukung atau mendorong siapapun yang berkuasa untuk bisa terus meningkatkan eksport. Program jangka pendek menengah dan jangka panjang untuk peningkatan eksport harus dijalankan terus. Bukan dihentikan,” paparnya.

Sumber          : Rel
Editor/Posting : Imam Ghazali

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button