Crime HistoryHeadlineNasional

Aksi Bela Tauhid 211, FPI: Bubarkan Banser itu Hoax

Sumateranews.co.id, JAKARTA ─ Front Pembela Islam (FPI) menegaskan tidak ada tuntutan pembubaran Banser saat Aksi Bela Tauhid 211 di Jakarta besok siang. FPI menegaskan itu adalah hoax.

“Nggak ada sama sekali tuntutan membubarkan Banser. Itu hoax yang diciptakan, itu meme kita diubah oknum tertentu. Ada dua meme kita yang diubah mereka, termasuk di situ parade tauhid diganti parade ormas tertentu. Itu berita hoax,” ujar juru bicara FPI, Slamet Ma’arif, di Media Center Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (1/11/2018).

“Sama sekali nggak ada tuntutan (bubarkan Banser) itu. Itu hoax yang dilempar pihak-pihak tertentu, yang ingin menggagalkan dan mengadu domba umat Islam. Saya pastikan tidak ada tuntutan pembubaran Banser. Kita fokus kepada penegakan hukum sekaligus pembelaan kalimat tauhid,” imbuh Slamet, yang juga Ketum PA 212.

Slamet menjelaskan Aksi 211 fokus pada dua tuntutan, yaitu meminta pemerintah mengakui bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid sebagai bendera tauhid dan meminta aparat melakukan penegakan hukum seadil-adilnya terhadap pembakar bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid.

“Harus dipahami bersama, secara bukti, fakta, dan undang-undang ormas yang ada di Indonesia, yang dibakar itu bendera tauhid. Nah ini baik PBNU dan pemerintah sampai saat ini belum ada pengakuan itu,” kata Slamet.

“Mereka masih mengalihkan, membuat alibi, bahwa itu bendera ormas tertentu, padahal faktanya dari sudut agama, undang-undang, bahkan dari AD/ART, tidak ada yang menyebutkan itu bendera ormas tertentu. Artinya itu faktanya adalah bendera tauhid yang dibakar,” sambung Slamet.

Tuntutan kedua, terkait penegakan hukum, Slamet menjelaskan pihaknya meminta kepolisian mengungkap aktor intelektual di balik pembakaran bendera yang dinilai kepolisian sebagai bendera ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Garut, Jawa Barat, saat Hari Santri Nasional (HSN) 2018.

“Kita juga mendesak pemerintah, khususnya aparat penegak hukum, untuk menegakkan hukum seadil-adilnya. Baik pembakar bendera tauhid yang merupakan bagian penoda agama ataupun aktor intelektual yang selama ini menyerukan mendoktrin, mengarahkan untuk memusuhi bendera tauhid, memusuhi panji-panji Rasulullah,” jelas Slamet.

“Kita mengindikasikan bahwa ada aktor intelektual yang selama ini berupaya mengajak umat memusuhi bendera tauhid sehingga pembakaran itu efek dari doktrin-doktrin mereka yang selama ini diarahkan, kemudian tersistematis untuk memusuhi bendera panji Rasulullah,” lanjut Slamet.

Slamet pun mempertanyakan sikap aparat yang menjadikan Uus sebagai tersangka. Slamet berpendapat Uus harus dibebaskan dari proses hukum yang kini sedang berjalan di Polda Jawa Barat.

“Sejak kapan negara yang mayoritas muslim melarang warganya membawa panji Rasulullah, membawa kalimat tauhid? Nggak ada larangan sama sekali. Bahkan tamu kita ketika itu, Raja Saudi kan benderanya kalimat tauhid, kok nggak ditangkap yang mengibarkan?” ucap Slamet.

“Artinya nggak berdasar, nggak ada aturan dan nggak ada hukumnya warga negara Indonesia mengibarkan bendera kalimat tauhid terus dilarang. Harusnya dibebaskan. Kalau dikatakan itu bendera ormas tertentu, dasar hukumnya apa? Makanya kita besok turun untuk mengingatkan aparat, tegakan hukum seadil-adilnya. Jangan karena ada pesanan,” tutur Slamet.

 

Tegaskan Aksi 211 Tak Politis

Selain itu, Slamet mengatakan Aksi Bela Tauhid Jilid II fokus pada dua tuntutan. Dia pun memahami setiap kali pihaknya beraksi, akan ada yang pandangan kalau pihaknya sedang berpolitik.

“Setiap kita aksi, pasti ada isu itu (agenda politik). Kita fokus kepada dua agenda (tuntutan pengakuan Pemerintah terkait bendera hitam berkalimat tauhid adalah bendera tauhid dan pengusutan aktor intelektual di balik insiden pembakaran bendera) tadi,” kata Slamet.

Slamet menerangkan meskipun fokus pada dua isu yang tak terkait politik, pihaknya tak dapat menjamin aksi dapat berjalan bersih dari atribut berbau politik. Slamet menuturkan pihaknya memiliki keterbatasan dalam mengawasi seluruh massa aksi.

“Kalau massanya ratusan ribu , kita punya keterbatasan mengontrol itu semua. Walaupun tetap di pengamanan kami mengupayakan itu (atribut politik) tidak ada. Tapi kan sekali lagi, jangankan kita, polisi saja bisa kecolongan,” ujar Slamet.

 

Sumber : Detikcom

Editor    : Syarif

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button